Selasa, 20 Maret 2012

Korupsi di Indonesia #IRONIS atau #PRIHATIN


Assalamu’alaikum wr.wb.
Salam blogger untuk kita semua. Pada kesempatan kali ini saya akan mengulas sedikit tentang korupsi di Indonesia tercinta ini. Pertama-tama kita awali dengan pengetahuan singkat tentang korupsi, Apa sih korupsi itu?.  Korupsi dalam bahasa Latin: corruptio dari kata kerja corrumpere yang bermakna busuk, rusak, menggoyahkan, memutarbalik, menyogok. Secara harfiah, korupsi adalah perilaku pejabat publik, baik politikus/politisi maupun pegawai negeri, yang secara tidak wajar dan tidak legal memperkaya diri atau memperkaya mereka yang dekat dengannya, dengan menyalahgunakan kekuasaan publik yang dipercayakan kepada mereka.
Dari sudut pandang hukum, tindak pidana korupsi secara garis besar mencakup unsur-unsur sebagai berikut:
  • perbuatan melawan hukum;
  • penyalahgunaan kewenangan, kesempatan, atau sarana;
  • memperkaya diri sendiri, orang lain, atau korporasi;
  • merugikan keuangan negara atau perekonomian negara;
Selain itu terdapat beberapa jenis tindak pidana korupsi yang lain, di antaranya:
  • memberi atau menerima hadiah atau janji (penyuapan);
  • penggelapan dalam jabatan;
  • pemerasan dalam jabatan;
  • ikut serta dalam pengadaan (bagi pegawai negeri/penyelenggara negara);
  • menerima gratifikasi (bagi pegawai negeri/penyelenggara negara).
Dalam arti yang luas, korupsi atau korupsi politis adalah penyalahgunaan jabatan resmi untuk keuntugan pribadi. Semua bentuk pemerintah|pemerintahan rentan korupsi dalam prakteknya. Beratnya korupsi berbeda-beda, dari yang paling ringan dalam bentuk penggunaan pengaruh dan dukungan untuk memberi dan menerima pertolongan, sampai dengan korupsi berat yang diresmikan, dan sebagainya. Titik ujung korupsi adalah kleptokrasi, yang arti harafiahnya pemerintahan oleh para pencuri, dimana pura-pura bertindak jujur pun tidak ada sama sekali.
Kita kembali ke topik permasalahan sebelumnya, untuk mengurai persoalan mengapa korupsi di Indonesia sulit diberangus. Hal itu lantaran korupsi sudah dilakukan secara berjamaah. Kenapa kasus-kasus korupsi saat ini tidak bisa diberantas? Karena yang melakukan korupsi itu saat ini bukan lagi orang per orang, melainkan sudah dilakukan oleh rezim. Modus korupsi yang lazim dan banyak dilakukan biasanya dengan cara memanipulasi anggaran. Misalnya saja, harga handphone Rp1 juta, tapi ditulis dalam anggaran Rp3 juta, Rp2 juta dibagi-bagi untuk kepentingan sendiri. Lalu ketika anggaran turun, handphone yang dibeli tidak seharga Rp1 juta, tapi Rp500 ribu. Sisanya dimakan sendiri. Begitulah kira-kira korupsi di Indonesia ini.
Beragam alasan timbul untuk melakukan tindakan korupsi. Salah satunya adalah keluarga, sebagai pemicu seseorang melakukan tindakan korupsi. Tuntutan (materi khususnya) dari salah satu pihak keluarga,berpeluang besar dalam pembulatan tekad seseorang untuk melakukan tindakan korupsi. Misalnya tuntutan anak kepada orang tuanya yang kebetulan adalah seseorang yang mempunyai cukup syarat untuk melakukan tindakan korupsi di lingkungan tempat kerjanya. Atau tuntutan dari istri kepada suaminya, atau bahkan dari seorang ayah kepada anaknya.
Dinamika Struktural Korupsi di Indonesia, diantaranya:
·        Uang pelancar: sogokan kecil, ungkapan terima kasih, dan berbagai keuntungan yang diperoleh untuk memperoleh layanan dan perlindungan dasar dari elemen pemerintah, misalnya pengurusan dokumen-dokumen, layanan listrik dan telekomunikasi, urusan pertanahan dan sewa-menyewa, urusan visa dan keimigrasian, perpajakan dan bea, hingga saat menerima gaji yang dibayarkan oleh pemerintah.
·        Pengalihan sistem hukum: praktik penyogokan hakim, penuntut dan petugas peradilan. Pada tahun 1999, seorang pengacara senior di Jakarta mengatakan bahwa lebih dari 90% kasus peradilan dihasilkan dari hakim, jaksa penuntut, dan petugas peradilan lain terkait dengan praktik suap.
·        Pembayaran tugas-tugas eksekutif level-tinggi: untuk mendapatkan lisensi, kontrak, dan sebagainya. 
·        Penggunaan koneksi-koneksi politik: untuk memperlancar kesempatan dalam sebuah persaingan, perlakuan hukum, dan upaya mengelak dari kewajiban melalui praktik transaksional di kalangan mereka yang “terhubung” dengan kekuasaan politik.
Dalam perspektif budaya, terminologi korupsi di Indonesia, sebenarnya adalah hal yang baru. Terminologi ini tercatat pertama kali dalam birokrasi pemerintahan di Indonesia sejak masa pemerintahan kolonial Belanda (di akhir abad ke-16).
Pada masa itu, Vereenigde Oost-Indische Compagnie (VOC), asosiasi dagang Belanda dicurigai telah melakukan berbagai praktik korupsi yang akhirnya membawa kebangkrutan asosiasi dagang tersebut. Setelah reformasi politik 1998, praktik korupsi di Indonesia sering pula diasosiasikan dengan praktik kolusi dan nepotisme, dalam akronim popular KKN (Korupsi, Kolusi, Nepotisme).
Beberapa kasus korupsi saat ini sedang marak dari kasus pajak Gayus sampai kasus wisma atlet sea games yang masih bergulir bak bola panas ini mmbuat kita semua bertanya-tanya.  Praktik korupsi di lembaga legislatif saat ini ditengarai semakin ganas. Politisi instan juga semakin banyak. Perbaikan partai politik, terutama terkait transparansi keuangan partai dan pengukuran kinerja kadernya, menjadi jalan utama memperbaiki kondisi Dewan Perwakilan Rakyat.
Becermin dari kasus korupsi pembangunan wisma atlet SEA Games di Palembang, Teten menilai, korupsi di DPR sudah amat memprihatinkan. Dari kasus itu terlihat, anggota DPR ikut mengatur pelaksanaan proyek di kementerian atau lembaga dan kemudian mendapatkan uang dari kegiatan itu.
Korupsi di DPR, kata Sebastian, sekarang dilakukan dengan memborong berbagai proyek di APBN. Sejumlah calo memberikan uang kepada pejabat di kementerian atau lembaga untuk mendapatkan sejumlah proyek. Uang itu juga diberikan kepada sejumlah anggota DPR agar mereka menyetujui sejumlah proyek. Dalam kondisi ini, lelang hanya menjadi formalitas.

Sebagian dari mereka, ada yang sudah jelas-jelas dinyatakan terkena penyakit dan sedang menjalani pengobatan di beberapa Lembaga Pemasyarakatan dan sebagian lagi ada yang masih dalam taraf dugaan (suspected) dan sedang menjalani proses diagnosis. Kendati demikian, tidak menutup kemungkinan bagi mereka untuk siap-siap menjalani pengobatan pula.

Kanker ganas yang menyerang bagian kepala biasanya jauh lebih berbahaya, karena di sana terdapat otak yang berfungsi sebagai pusat pengendali aktivitas kehidupan Begitu juga dengan penyakit korupsi, korupsi pada bagian kepala, kerugian yang diderita negara bisa mencapai milyaran bahkan trilyunan rupiah. Sementara korupsi di tingkat telapak kaki mungkin hanya bernilai recehan, tetapi ibarat penyakit kanker, meski berada di bagian telapak kaki dan bersifat recehan, jika dibiarkan tetap saja akan membahayakan dan merugikan. Kebijakan Otonomi Daerah, yang semula bertujuan untuk memberdayakan masyarakat di tingkat bawah (grass root), malah disinyalir telah semakin mendorong tumbuh suburnya korupsi di bagian kaki ini. Bahkan tingkat bahayanya pun hampir sudah bisa menandingi penyakit korupsi di bagian kepala.
Akibat penyakit korupsi yang sudah sangat akut dan kronis ini, maka tidak mengherankan jika saat ini Indonesia dinyatakan sebagai lima besar negara terkorup di dunia. Sungguh menjadi ironis, ketika bangsa lain sedang berusaha membangun negaranya untuk dapat menjadi negara SUPER POWER yang disegani dan dihormati oleh bangsa lainnya, yang terjadi di Indonesia malah ramai-ramai orang berkorupsi membentuk negara SUPER CORRUPT.
Untuk menyembuhkan penyakit korupsi yang demikian parah ini, akhirnya datanglah Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) dan Pengadilan Tindak Pidana Korupsi. Kehadiran KPK dapat diibaratkan sebagai Dokter Spesialis Korupsi dan sebagaimana layaknya seorang Dokter Spesialis, kemampuan dan komitmennya pasti lebih unggul. Peralatan dan metode yang digunakan pun tidak lagi menggunakan cara-cara konvensional, dan hasilnya boleh dikatakan tidak terlalu mengecewakan, setidaknya bisa mengurangi beban penderitaan sang pasien. Beberapa kasus yang telah disebutkan di atas, diantaranya merupakan hasil diagnosis dan kerja keras dari KPK, sang Dokter Spesialis Korupsi ini.
Mungkin karena usianya relatif masih muda, langkah-langkah yang diambil sang Dokter Spesialis Korupsi ini pun tampaknya belum bisa menjangkau seluruh bagian tubuh, baru bagian-bagian tubuh tertentu saja. Andaikan Dokter Spesialis Korupsi ini terus bergerak melakukan kiprahnya secara konsisten, maka hampir bisa dipastikan ke depannya akan semakin banyak ditemukan bagian-bagian tubuh yang terjangkiti penyakit, baik yang berada di bagian kepala, perut, maupun telapak kaki, dan orang-orang yang perlu dirawat pun akan semakin bertambah. Semoga saja Pemerintah tidak bersikap setengah setengah dalam menanggulangi masalah besar ini dan pada akhirnya Indonesia bersih dari korupsi dan hilang dari cap negara korup. Sekian dari tulisan ini. Terimakasih. Wassalamu’alaikum wr.wb.

Sumber:
Wikipedia.com
Okezone.com
Detik.com
Kompas.com

Tidak ada komentar:

Posting Komentar