Semua Hanya Mimpi
Di tengah perkotaan yang hingar bingar dengan suara bising
knalpot kendaraan bermotor tepatnya di ruang bersalin sebuah rumah sakit yang
tak bisa saya sebutkan namanya lahirlah seorang bayi lucu dan imut, Ibu dan
Ayahnya memberikan nama Dani pada bayi yang lahir sung sang ini. Ibunya yang
tak kuasa menahan rasa sakit ketika melahirkan Dani, sejenak terdiam dan
terharu melihat Dani kecil menangis dipelukkannya. Ayahnya yang cemas sedari
tadi pun lega melihat Dani kecil lahir dengan sehat dan Ia pun tak
henti-hentinya bersyukur kepada Tuhan YME. Akan tetapi suasana itu hanya
sejenak. Kemudian suasana menjadi hening. Mereka terdiam dan terpaku merenungi,
bagaimana?, dapat uang darimana?, hutang sama siapa? Untuk dapat melunasi biaya
persalinan Dani. Ayahnya kebingungan setengah mati. Ibunya pun sama demikian
dan lebih parah lagi karena beban psikologis pasca melahirkan pun mempengaruhi
kejiwaan sang Ibu, itu juga menurut para dokter ahli. Maklum kondisi keluarga
Dani yang pas pasan dan pemerintah yang belum tanggap benar terhadap
kesejahteraan kaum kecil di perkotaan yang kian menjerat hati ini.
Di ruang bersalin tiba-tiba Ibu Dani memecah keheningan
dengan pertanyaan yang membuat Bapak Dani kebingungan.
“Pak, Bagaimana kita bisa dapat uang untuk melunasi biaya
persalinan ini?” Ibu melontarkan pertanyaan kepada bapak yang sedang
mondar-mandir kebingungan.
“Sabar Bu, Bapak sedang pikirkan itu. Rasanya kita tidak
punya cukup uang untuk meluanasinya sekarang”. Bapak menjawab dengan nada
rendah sambil menghisap sebatang rokok sisa semalam yang belum habis ia hisap.
“Lalu bagaimana Pak? Kalau kita tidak bisa melunasinya, Dani
akan ditahan pihak rumah sakit kan pak? Ih, Si Bapak, ditanya kok malah
merokok”. Ibu mempersulit pertanyaannya sambil melarang bapak untuk tidak
merokok diruangan ini.
“Ia Ia!, Bapak akan usahakan secepatnya Bu!”. Bapak menjawab
dengan nada geram sambil mengarah keluar ruangan untuk mematikan rokoknya.
Dua hari pasca melahirkan dengan meminjam uang kepada seorang
rentenir akhirnya orangtua Dani dapat meluansi biaya persalinan dan Dani kecil
dapat pulang bersama Ibu dan Bapaknya.
“Alhamdulillah ya Pak, Akhirnya anak kita Dani dapat
berkumpul dengan kita sekarang, walaupun di rumah yang sudah reot seperti ini”.
Ibu bersyukur dengan gembira dan menampilkan sikap pasrah kepada-Nya.
“Ia, Bapak juga senang Bu. Semoga anak ini membawa keberkahan
bagi keluarga kita ya Bu”. Bapak membalas pertanyaan Ibu sambil meminum segelas
kopi hangat dan ditemani dengan sepotong roti sumbu.
“Ngomong-ngomong, bagaimana kita bisa melunasi hutang kita ya
pak?. Ibu bertanya sambil terisak-isak tak tahan menahan tangisnya.
“Sudahlah itu urusan Bapak, pokoknya Ibu tak usah khawatir
ya”. Bapak menjawab sambil menenangkan hati Ibu.
Setelah beberapa tahun Dani kecilpun beranjak remaja. Ia anak
yang cerdas disekolahnya dan tak pernah nakal bahkan ia satu-satunya anak yang
tak pernah dapat hukuman dari Bapak dan Ibu gurunya. Dani juga rajin dan sering
membantu Ibunya akan tetapi setelah Bapaknya meninggal dunia sekarang Dani tak
merasakan indahnya sekolah dan bercanda gurau bermain bersama teman-temannya
lagi. Sekarang Dani harus bekerja keras membantu Ibunya yang sudah tak berdaya
menghadapi kerasnya Ibu kota.
Suatu ketika Dani yang sedang tertidur pulas pun terbangun
dengan gedoran suara pintu dari arah depan rumah. Ia pun terjaga dan bangkit
dari tidurnya dan bergerak untuk melihat apa yang terjadi. Dani terkejut
melihat Ibunya menangis histeris di depan para pria berbadan tegap dan seorang
lelaki tua yang tengah asik menghisap sebatang cerutu.